Ribuan janda miskin di India terpaksa berduyun-duyun ke
Vrindavan, sebuah kota sekitar 100 km selatan Delhi. Mereka ke sana, karena Vrindavan
merupakan wilayah yang aman bagi mereka berkumpul. Sekitar 20.000 janda,
disebutkan hidup di wilayah tersebut.
![]() |
Foto bbc.com |
Para perempuan ini tidak punya pilihan selain tinggal di
ashram vidhwa (ashram untuk janda) yang dijalankan oleh pemerintah, perusahaan
swasta, dan LSM di Vrindavan. Dibalut kain warna putih, mereka yang ditinggal
mati suaminya tahu, tidak akan pernah pulang ke rumah lagi. Ashram vidhwa-lah tempat
mereka akan mengakhiri hari-hari mereka.
Sebagaimana dilaporkan bbc.com, menurut tradisi Hindu,
seorang janda tidak dapat menikah lagi. Bukan hanya itu. Dia juga harus
bersembunyi di rumah, melepas perhiasannya dan memakai warna berkabung.
Yang menyedihkan, seorang janda dianggap menjadi sumber rasa
malu bagi keluarganya, dan akan kehilangan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan beragama dan terisolasi secara sosial.
Akibat hal itu, banyak janda diusir atau melarikan diri dari
rumah mertua mereka - tempat mereka biasanya tinggal - dan pergi ke kota-kota
besar, di mana mereka sering menghilang.
Beberapa pergi ke kota suci Hindu di Varanasi, sementara
yang lain berjalan ke Vrindavan, di mana Dewa Krishna, dewa Hindu yang disembah
oleh banyak janda, menghabiskan masa kecilnya.
![]() |
Foto bbc.com |
Mengenaskan?
Begitulah. Nasib memilukan janda India itu , bukan hanya
dialami sekarang, tetapi sejak jaman India kuno dulu.
Jaman India kuno apalagi, karena para janda mengalami
penganiayaan dengan praktik yang disebut sati. Sati adalah kebiasaan pemakaman
India kuno di mana seorang janda diharapkan mengorbankan dirinya di tumpukan kayu yang
digunakan untuk membakar jenasah suaminya, atau bunuh diri dengan cara lain,
tak lama setelah kematiannya.
Dukungan LSM
Semula puluhan ribu janda di Vrindavan, tidak ada yang
memperhatikan.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, LSM lokal, seperti
Sulabh International, telah bekerja dengan para janda untuk tidak hanya
memberikan dukungan keuangan, tetapi juga memimpin banyak proyek dan aksi media
di seluruh negeri untuk meningkatkan kesadaran dan toleransi bagi orang-orang
yang didiskriminasikan ini.
Oleh LSM tersebut, para janda “dimanusiakan” lagi. Di asram
Meera Sahbhagni, misalnya, para janda bisa merayakan Holi, festival warna di
India. Meskipun tradisi ortodoks melarang janda mengambil bagian dalam
perayaan, mentalitas berubah dan para janda mulai menentang larangan.
![]() |
Foto bbc.com |
Holi dan signifikansinya secara keseluruhan dalam masyarakat
India adalah kesempatan sempurna bagi para janda untuk menyatakan dengan keras
dan jelas klaim mereka akan rasa hormat.
Selama Holi, hambatan sosial dipecah dan orang berpesta
bersama-sama, tanpa memandang perbedaan usia, jenis kelamin dan status.
Ini adalah waktu ketika semua jenis kasta berbaur, di mana
orang-orang yang lebih rendah memiliki hak untuk menghina orang-orang yang
harus mereka tundukkan sepanjang tahun
"Hari ini saya senang memiliki semua wanita di sekitar
saya, saya tidak sendirian lagi," kata Prema, 60, seorang janda.
"Kami telah belajar untuk hidup bersama, untuk saling
membantu. Kami menjadi teman, sahabat sejati, karena kami semua tahu apa yang
telah kami alami. Kami melihat ke depan, kami mencoba untuk tidak pernah
melihat ke belakang. Kami tidak pernah membicarakan masa lalu.***
0 Comments